Di
Bawah Rindang Baliho
Di bawah rindang
baliho
Pernah kami
ucapkan
janji setia
Tepat di antara
kata-kata penuh
bujukan
yang jatuh
sehelai-sehelai
kala tertiup angin
Ternyata, kami
tidak benar-benar jatuh cinta
Kami memelihara
pengkhianatan: buah
yang terlampau
hitam
Lugu sekali, satu
sosok tegak
mengaduk-aduk
bayangan sembari terisak
Di sana, di bawah
baliho yang memucat!
Pertanyaan
Kapan terakhir
kali
kau pelankan
langkahmu?
Tidak berkata
apa-apa, selain
mendengar
percakapan dalam jiwa
Benda-benda
angkasa masuk ke tubuhmu sebagai
butiran pasir
dan rasa
kehilanganmu seperti
cahaya yang
mencair
Kamu luluh
lantak, kamu masih bersendawa
Begitulah, di
tahta kosong itu kau mulai menatah nama
Alangkah
genitnya!
Ikan
Menggelepar
Kamu merasakan
energi
yang hidup
menjaringmu
Kamu ikan
menggelepar
dalam jaring-Nya
Setengah mampus
kamu
ingin melarikan
diri
Sepertinya kamu
berhasil
keluar
sebagai
pecundang!
Pantomim
Orang Kota
Ada orang, tapi
bukan manusia
Ada orang,
diperlakukan tidak seperti manusia
Orang-orang ini,
bergelimpangan di kota-kota
menjadi lalat
atas sampah yang bau
Sesekali urat
saraf mereka menegang, mekik “merdeka!”
setelah itu
kembali sibuk ngucup berhala
Kampanye
Heran, ada saja
orang yang tahan
meracau
berlama-lama
di bawah guyuran
lagu goyang dangdut
Massa yang
terlena di bawah panggung
Terperangkap
dalam joget berjuta tahun
Pinggul-pinggul
yang membatu
dan siulan-siulan
yang purbawi
Dia yang kambuh lagi
Ingin merebut,
menguasai, mendengkuri: mikrofon
Zikir
Uang
Tak ada pelumas
yang lebih baik dari uang
Tak ada yang
lebih licin dari belut selain uang
Status sosialmu
sekarang ini: ditebus dengan uang
Semakin ke atas,
semakin banyak uang terlibat
Uang melancarkan
segalanya
Ada-ada saja, ada
uang mampu mengganti
agama dengan
mudahnya
Uang adalah
“agama” dengan pemeluk terbanyak di dunia
Uang sakit hati
kenapa ia sungguh
menggoda
Mengumandangkan
ia zikir api
Awas, yang
bermain mata
disambarnya
hingga tak bisa hidup tak bisa mati
Aqsa
Ini tentang
neraka yang diciptakan
tentang tanah,
kehormatan, dan luka yang panjang
Anak-anak bermain
di garis depan
bermain dengan
kehilangan-kehilangan
Pertempurannya
berlangsung di banyak titik
dalam jiwa
manusia
Satu bumi
terlibat, satu bumi mengulur tangan
bagi darah yang
terserap cepat oleh sejarah
Inilah zona di
mana ditanam ranjau
Para darwis
menari berputar, keledai pergi
mengokang senjata
Ada mawar jatuh,
ada bangkai yang telentang
menatap ruh yang
mengawang-awang: keramas
di seribu senja
Bodoh
Engkau yang
sangat kesepian dan usil
Mencintai kami
tanpa kami mempunyai pilihan
Tanah lempung,
pipi yang memerah, gerak waktu
Apakah semua itu
ada artinya?
Kami hanya
menduga-duga
Keterpisahan yang
sakit ini!
Engkau yang
sangat kesepian dan usil
Mencintai kami
tanpa kami mempunyai pilihan
Faisal
Kamandobat
Ada banyak langit
Mengeropos dalam
batin
seperti pahit
pada mimpi yang
bersin
Ia ditelanjangi
kitab-kitab
Disalib
sedemikian rupa
di bukit tandus
kata
Ia memilih
bermain
dengan udara yang
masuk satu dua
Tergoroklah
angkara murka! Darah manis
meneteslah dengan
gegap gempita
Himne
Rasa Maaf
Ada sesuatu yang
mendasari sesorang menjadi begini dan begini
Sejarahnya
mungkin akan sangat panjang dan rumit
dan sebagian
besarnya tak kasat mata
Ada benang-benang
tersembunyi terikat di sini dan di sini
Ada rentetan
peristiwa memberi riak pada kembara
Burung-burung
yang lelah terbang akan merindukan sarang
Ya, burung-burung
yang lelah terbang akan merindukan sarang
Jadi, maafkan,
maafkan, maafkan, mereka
Maafkan diri
tersayangmu, sayang: saat ini juga
Kalaupun tidak,
juga tidak mengapa
Karena telah
kupersembahkan puisi ini sebagai himne
bagi rasa maaf
Dan itu sudah
lebih dari cukup!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar